Predestinasi adalah salah satu doktrin teologi yang paling banyak diperdebatkan dalam sejarah Kekristenan. Dapatkan informasi lebih lanjut di Alkitab dan AjaranNya.
Konsep ini berkaitan dengan ketetapan Allah atas keselamatan manusia – apakah seseorang telah ditentukan sejak semula untuk selamat atau tidak.
Bagi sebagian orang, predestinasi adalah bukti kedaulatan Allah dalam memilih siapa yang akan menerima keselamatan.
Baca Juga
Namun, bagi yang lain, konsep ini dianggap bertentangan dengan kehendak bebas manusia dan keadilan Tuhan.
Berikut ini secara rinci sejarah, makna teologis, dan berbagai perdebatan seputar predestinasi dalam tradisi Kristen.
Sejarah Doktrin Predestinasi dalam Kekristenan
1. Predestinasi dalam Alkitab
Konsep predestinasi dapat ditemukan dalam beberapa bagian Alkitab, terutama dalam tulisan Rasul Paulus:
Roma 8:29-30
“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya… Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya; dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya, dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.”
Efesus 1:5
“Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.”
Efesus 1:11
“Di dalam Dia kami juga mendapat bagian yang dijanjikan, kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya.”
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa konsep predestinasi berhubungan erat dengan pemilihan Allah terhadap mereka yang akan menerima keselamatan.
Simak juga Predestinasi vs Kehendak Bebas, dua konsep teologi yang sering diperdebatkan dalam Kekristenan.
2. Pandangan Bapa-Bapa Gereja
Agustinus dari Hippo (354–430 M)
Agustinus mengembangkan doktrin anugerah tak bersyarat (unconditional grace), yang menyatakan bahwa keselamatan adalah sepenuhnya anugerah Allah dan bukan hasil usaha manusia.
Ia juga mengajarkan bahwa beberapa orang telah ditentukan sejak semula untuk menerima keselamatan, sedangkan yang lain dibiarkan dalam dosa mereka.
Pelagius (354–418 M)
Menentang pandangan Agustinus, Pelagius mengajarkan bahwa kehendak bebas manusia menentukan keselamatan – Allah memberikan anugerah-Nya kepada semua orang, dan setiap individu memiliki kebebasan untuk menerima atau menolak keselamatan.
Sumber Konflik Teologi
Perdebatan antara Agustinus dan Pelagius ini menjadi awal perbedaan besar dalam pemahaman tentang peran anugerah Allah vs. kehendak bebas manusia dalam keselamatan.
3. Reformasi Protestan dan Predestinasi
Pada abad ke-16, perdebatan tentang predestinasi kembali mencuat dalam gerakan Reformasi Protestan.
Martin Luther (1483–1546)
Luther menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah semata-mata dan tidak bergantung pada usaha manusia.
Ia lebih condong pada konsep predestinasi tunggal, di mana Allah memilih siapa yang akan diselamatkan tetapi tidak secara aktif menetapkan siapa yang akan dihukum.
John Calvin (1509–1564)
Calvin mengembangkan doktrin Predestinasi Ganda (Double Predestination), yang menyatakan bahwa Allah telah menetapkan baik mereka yang akan diselamatkan maupun mereka yang akan dihukum.
Pandangan ini menjadi dasar teologi Calvinisme, yang berpegang teguh pada kedaulatan Allah dalam keselamatan.
Jacob Arminius (1560–1609)
Menolak konsep Calvinisme, Arminius mengajarkan bahwa keselamatan tersedia bagi semua orang, tetapi manusia memiliki kehendak bebas untuk menerima atau menolaknya.
Inilah yang kemudian berkembang menjadi Arminianisme, yang menekankan kerjasama antara anugerah Allah dan kehendak manusia.
Makna Teologis Predestinasi
1. Predestinasi dan Kedaulatan Allah
Predestinasi menunjukkan kedaulatan mutlak Allah dalam menentukan rencana keselamatan-Nya.
Jika Allah adalah Penguasa atas segala sesuatu, maka tidak ada yang terjadi di luar kehendak dan ketetapan-Nya.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah: Apakah Allah hanya memilih sebagian orang untuk diselamatkan dan membiarkan yang lain binasa?
2. Predestinasi dan Kehendak Bebas Manusia
Banyak yang mempertanyakan apakah predestinasi menghilangkan kebebasan manusia dalam memilih untuk percaya kepada Kristus.
1 Timotius 2:4
“Allah menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.”
2 Petrus 3:9
“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya… Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”
Ayat-ayat ini sering digunakan untuk mendukung pandangan bahwa Allah menawarkan keselamatan kepada semua orang, tetapi manusia tetap memiliki tanggung jawab untuk meresponsnya.
Kontroversi Seputar Predestinasi
Ada dua pandangan utama dalam teologi Kristen terkait dengan predestinasi:
1. Predestinasi Tunggal (Single Predestination)
✔️ Allah secara aktif memilih mereka yang akan diselamatkan.
❌ Namun, Allah tidak secara aktif menentukan siapa yang akan dihukum—mereka binasa karena dosa mereka sendiri.
Roma 9:22-23
“Allah menunjukkan kesabaran-Nya terhadap benda-benda kemurkaan yang telah disiapkan untuk kebinasaan… untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Nya atas benda-benda kemurahan yang telah disiapkan-Nya untuk kemuliaan.”
Pandangan ini dipegang oleh Gereja Lutheran dan Arminianisme.
2. Predestinasi Ganda (Double Predestination)
✔️ Allah secara aktif memilih mereka yang akan diselamatkan.
❌ Allah juga secara aktif menentukan siapa yang akan dihukum (doktrin reprobasi).
Roma 9:21
“Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya untuk membuat dari gumpalan yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan yang lain untuk tujuan biasa?”
Pandangan ini dipegang oleh Calvinisme.
Predestinasi adalah konsep teologis yang kompleks dan telah menjadi perdebatan selama berabad-abad.
- Bagi mereka yang percaya pada predestinasi tunggal, Allah memilih siapa yang akan diselamatkan tetapi tidak secara aktif menetapkan siapa yang akan dihukum.
- Bagi mereka yang percaya pada predestinasi ganda, Allah dalam kedaulatan-Nya telah menentukan baik mereka yang akan menerima keselamatan maupun mereka yang akan menerima hukuman.
Namun, yang terpenting adalah bahwa keselamatan adalah anugerah dari Allah, dan setiap orang diundang untuk menerima kasih karunia-Nya melalui iman kepada Kristus.